Selamat Datang di BLOGERNYA Orang “ KampoenK ”

Jumat, 12 Agustus 2011

Tari Serimpi


Tema ini sengaja penulis pilih karena adanya kenyataan bahwa tari klasik Yogyakarta merupakan tarian sakral dan merupakan ungkapan seni komunitas bangsawan kraton. Penciptaan tari klasik gaya Yogyakarta merupakan tonggak awal untuk menuju suatu pemahaman secara utuh tentang makna filosofis jogged yang merefleksikan kehidupan manusia pada jamannya. Yogyakarta dan Surakarta dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa yang berakar di Kraton. Kraton Yogyakarta telah memiliki kesenian yang maju berupa tari dan seni suara kraton, serta ditandai dengan kehidupan keagamaan yang sinkretis yaitu campuran Hindu, Buddha, dan Islam. Karena itu, untuk mengetahui lebih jauh bagaimana unsur-unsur mistik dan pengaruh agama dalam mewarnai dalam tari Srimpi Renggowati tersebut, di sini diajukan dua pertanyaan pokok yaitu;
 (1) Apa unsur mistik dalam konstruksi tari Srimpi Renggowati Kraton Yogyakarta
 (2) Bagaimana pengaruh mistisisme Hindu dan Islam dalam tari Srimpi Renggowati Kraton Yogyakarta.
Tari Srimpi Renggowati memuat makna dan nilai-nilai falsafah Jawa yang selama ini berkembang di lingkungan kraton Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan. Didapatkan temuan-temuan sebagai berikut:
 
(1) Pada dasarnya unsur-unsur mistik dalam konstruksi tari Srimpi Renggowati      terdapat pada nilai-nilai falsafah Jawa yaitu;
            - Greget (semangat),
- Sengguh (sadar diri),
 - Ngawiji (menyatu atau memusat),
 - ora mingkuh (tetap bertahan uji)
dan seorang penari harus menjunjung tinggi falsafah dan tehnik tari tersebut untuk mengarah kesempurnaan.
(2) Pengaruh mistisisme Hindu dan Islam dalam tari Srimpi Renggowati Kraton Yogyakaarta, pada dasarnya dalam tari srimpi terdapat dua macam gesture yaitu gesture sosial dan gesture ritual. Gesture sosial bermakna secara lahiriah sedangkan gesture ritual mengarah pada makna batiniah, dimana gesture ritual tersebut memiliki simbol dan makna sebagai upaya seorang penari untuk berkomunikasi dengan realitas tinggi dengan tujuan untuk menyingkap rahasia tentang keberadaannya, menuju jalan mistik yang akhirnya menuju pada persatuan dengan Tuhan.

Sejarah Tari Serimpi Yogyakarta

Tarian Serimpimerupakan tarian bernuansa mistik yang berasal dari Yogyakarta. Tarian ini diiringi oleh gamelan Jawa. Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Gerakan tangan yang lambat dan gemulai, merupakan ciri khas dari tarian Serimpi. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda
Suatu jenis tari klasik selalu dibawakan oleh 4 penari, karena kata srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi Renggowati penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama ( api)
2. Angin ( Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi ( Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan  buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
Tarian Srimpi ini diduga lebih muda daripada Bedhaya Ketawang. Kedua tarian ini ada kemiripannya, bila ditilik dari:
      a.       MENDHUNG = awan; Tempatnya di langit (=TAWANG)
      b.      Dipakainya kemanak sebagai alat pengiring utama
      c.       Pelaksanaan tariannya juga dibagi menjadi 3 babak
Menurut R.T. Warsadiningrat, Semula terdiri atas tujuh penari, yang kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian inidirubah sedikit, menjadi Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja
Namun begitu mengenai kekhudusan dan kekhidmatannya tiada bedanya dengan Bedhaya Ketawang, meskipun dalam pergelarannya Srimpi Anglirmendhung boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bedhaya Ketawang hanya stu kali setahun dan hanya di dalam keraton, di tempat tertentu saja.

Bila akan ditinjau keistimewaan Bedhaya Ketawang, letaknya terdapat dalam hal:
1.  Pilihan hari untuk pelaksanaannya, yaitu hanya pada haru Anggarakasih. Bukan pada pergelaran resminya saja, melainkan juga pada latihan-latihannya.
2. Jalannya penari di waktu keluar dan masuk ke Dalem Ageng. Mereka selalu mengitari Sinuhun dengan arah menganan.
3. Kata-kata yang mengalun dinyanyikan oleh suarawati jelas melukiskan rayuanyang dapat merangsang rasa birahi. Dari situ dapat diperkirakan bahwa Bedhaya Ketawang dapat juga digolongkan dalam “Tarian Kesuburan” di candi, yang inti sarinya menggambarkan harapan untuk mempunyai keturunan yang banyak.
4. Gamelannya berlaras pelog, tanpa keprak. Ini suatu pertanda bahwa Bedhaya Ketawang ini termasuk klasik.
       5.  Rakitan taridan nama peranannya berbeda-beda. Dalam lajur permulaan sekali,   kita lihat para penari duduk dan menari dalam urutan tergambar dibawah in i

Dalam melakukan peranan ini para penari disebut:  
1. Batak          
2. Endhel ajeg  
3. Endhel weton
4. Apit ngarep          
5. Apit mburi
6. Apit meneg
            7. Gulu
            8. Dhada  
            9. Boncit
Selama menari tentu saja susunannya tidak tetap, melainkan berubah-rubah, sesuai dengan adegan yang dilambangkan. Hanya pada penutup tarian mereka duduk berjajar tiga-tiga.


Busana
Mereka memakai dodot banguntulak). Sebagai lapisan bawahnya dipakai cindhe kembang, berwarna ungu, lengkap dengan pending bermata dan bunta. Riasan mukanya seperti riasan temanten putri. Sanggulnya bokor mengkureb lengkap dengan perhiasan-perhiasannya, yang terdiri atas: centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul dan memakai tiba dhadha (untaian rangkaian bunga yang digantungkan di dada bagian kanan).
Banyak yang dapat kita ambil dari kehidupan dan kebudayaan masyarakat Jawa, seperti kebersamaan dalam bermasyarakatnya. Dalam kebudayaan, rasa kebersamaan itu dapat kita lihat dari tarian-tarian Jawa, gerak-gerak dalam tari Jawa selalu dilakukan secara serempak seperti yang terlihat dalam tari Serimpi dan tari-tari Jawa lainnya. Banyak juga nilai-nilai estetika seni yang dapat kita teladani dari kebudayaan Jawa khususnya Tari-tari Jawa.
kita merasa perlu untuk mengetahui dan mempelajari budaya-budaya dan tarian tersebut sebagai bahan perbendaharaan gerak tari dan juga sebagai sumber inspirasi untuk karya tari serta sebagai contoh keindahan estetika tari. Selain itu, kita pun perlu mengamati tarian tersebut dari segi sosiologinya untuk dapat mengetahui bagaimana respon masyarakat sekitarnya mengenai fenomena tari tersebut.







Tidak ada komentar:

Arsip Blog

Entri Populer